Minggu, 27 Juli 2008

Perjuangan Perusahaan Kecil Di Tengah Krisis BBM

Keputusan pemerintah untuk menaikkan (lagi) harga BBM beberapa waktu yang lalu, betul-betul telah berhasil membuat sebagian besar rakyat Indonesia menderita, dan betul-betul telah sukses membuat para pelaku usaha kecil dan menengah semakin terpuruk. Belum lagi para pengusaha kecil dan menengah mampu menjalankan roda usahanya secara normal pasca kenaikan harga BBM yang lalu, sekarang pemerintah menaikkan lagi harga BBM yang dampaknya akan sangat dahsyat. Dipastikan banyak perusahaan kecil dan menengah yang akan bertumbangan dan dipastikan jumlah penganggguran akan meningkat secara signifikan akibat penutupan berbagai perusahaan dari berbagai bidang usaha. Pada gilirannya, hal ini secara langsung maupun tidak langsung, akan meningkatkan angka kemiskinan serta angka kriminalitas.

Tulisan ini mencoba untuk menelaah apa yang bisa dilakukan oleh para pengusaha kecil dan menengah untuk bertahan hidup dan berjuang untuk melanjutkan usahanya di tengah situasi ekonomi dan politik yang terlanjur sudah tidak kondusif.

Seperti kita ketahui, tidak akan banyak menolong jika para pengusaha hanya berteriak menyalahkan pemerintah karena menaikkan harga BBM. Bagi pemerintah, kebijakan menaikkan BBM ini adalah point of no return. Pemerintah tidak akan mengevaluasi kebijakan tersebut, kendati seluruh rakyat Indonesia berdemo mogok makan dengan menjahit mulut mereka. Pemerintah tidak akan gentar pula dengan demo-demo jalanan oleh mahasiswa yang sekarang energi dan intensitasnya semakin melemah. Bagi pemerintah, keputusan sudah bulat: daripada pemerintah yang susah (karena menanggung subsidi BBM yang makin membengkak di APBN), lebih baik rakyat saja yang susah, titik.

Apa yang Harus Dilakukan?
Dalam situasi susah seperti sekarang ini, apa yang bisa dilakukan oleh para pengusaha kecil dan menengah untuk meneruskan nafas hidup usahanya? Tindakan strategis dan taktis apa yang harus diambil agar usaha mereka bisa terus bertahan hidup melewati situasi krisis?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui dulu perbedaan tentang lingkungan usaha di negara berkembang dan negara maju. Ada perbedaan yang sangat penting antara lingkungan usaha di negara berkembang dengan negara maju. Lingkungan usaha di negara berkembang seperti Indonesia sering berubah dengan cepat dan perubahan tersebut seringkali terjadi secara mendadak. Pemerintah biasanya masih sangat banyak melakukan intervensi. Sehingga para pengusaha kecil hendaknya terus-terusan waspada terhadap perubahan lingkungan usaha yang diakibatkan oleh intervensi pemerintah.Tesis ini terbukti benar adanya. Salah satunya terlihat dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM ini. Dengan satu kebijakan pemerintah saja, terjadi perubahan lingkungan usaha yang drastis dan terjadi ketidakpastian usaha yang semakin menaik eskalasinya. Lantas, strategi apa yang harus dilakukan manajemen usaha kecil dan menengah untuk mengantisipasi hal ini?

Tindakan yang pertamakali harus dilakukan manajemen usaha kecil adalah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap situasi internal dan kinerja perusahaan. Dari hasil evaluasi ini kemudian diambil langkah-langkah mendesak yang harus dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan. Harus disadari betul bahwa hal-hal yang bersifat controllable atau hal-hal yang berkaitan dengan internal perusahaanlah yang perlu digarap lebih dulu secara cepat dan tepat. Karena manajemen usaha kecil dan menengah biasanya tidak mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi hal-hal yang bersifat eksternal perusahaan yang bersifat uncontrollable dan unpredictable. Dalam bahasa gampangnya perusahaan harus melakukan pembenahan internal secara drastis, utamanya hal-hal yang berkaitan dengan biaya. Perusahaan harus melakukan efisiensi total jika ingin terus hidup! Manajemen puncak harus turun langsung mengendalikan kebijakan ini, karena biasanya pasti akan timbul masalah yang harus ditangani dengan kekuatan kekuasaan yang besar dan tangan besi struktur.

Pertanyaannya adalah sektor-sektor mana saja yang harus dilakukan efisiensi? Biaya-biaya apa saja yang harus dipangkas? Sampai seberapa jauh pemangkasannya? Bagaimana jika terjadi perlawanan karyawan terhadap kebijakan ini?

Secara umum, jika kita menganalogikan perusahaan ibarat sebuah perahu layar yang sedang diterjang ombak ganas di tengah lautan, maka layar harus secepatnya digulung agar perahu tidak terbalik dan semua penumpang selamat. Semua penumpang harus bekerja keras bahu membahu menguras air yang terus menerus masuk dari haluan dan buritan. Hanya bahan-bahan makanan yang boleh tinggal di perahu. Barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan kelangsungan hidup penumpang harus secepatnya dibuang ke laut.

Efisiensi harus dilakukan secara integral dan multisektor. Semua biaya harus dipangkas, kecuali biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan operasi perusahaan yang menghasilkan fresh money. Artinya biaya-biaya tidak langsung harus secepatnya dipangkas. Tidak ada biaya pengembangan & penelitian. Tidak ada biaya untuk ekspansi usaha. Tidak ada lagi biaya untuk berbagai tunjangan. Tidak ada lagi biaya untuk lobby dan entertainment dll. Intinya, semua biaya yang tidak men-support langsung operasionalisasi perusahaan yang menghasilkan uang, harus dipangkas atau ditunda. Semuanya adalah masalah penghematan agar uang yang semakin sulit didapat betul-betul hanya dipergunakan untuk berjuang dan mempertahankan “perahu” agar jangan tenggelam.

Di sini tidak ada pilihan enak. Restrukturisasi manajemen harus secepatnya dilakukan agar didapat struktur organisasi perusahaan yang sangat ramping dan efisien.Gaji karyawan dari tingkatan tertinggi sampai terendah harus dipotong secara proporsional yang menandakan tumbuhnya sense of crisis semua pihak. Pilihannya adalah antara di PHK atau cuma mendapat gaji separuh dari biasanya. Sulit memang. Tapi, siapa yang tidak mengalami kesulitan dalam situasi krisis? Dalam situasi “kapal” diterjang ombak ganas, siapa yang tidak susah? Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing!

Biasanya kebijakan efisiensi ini akan menimbulkan penolakan dan perlawanan dari para karyawan, sehingga perlu dilakukan pendekatan yang bersifat persuasif dan konsisten. Namun, jika telah dilakukan pendekatan dan sosialisasi yang optimal dengan berbagai pendekatan kemanusiaan, namun didapati kebijakan efisiensi terus mendapat perlawanan, maka perlu sekali manajemen teratas untuk turun tangan dan menggunakan kekuatan struktur yang mampu menjamin policy ini berjalan dengan baik. Intinya “perahu” harus mendapat prioritas utama untuk diselamatkan lebih dulu, sehingga kelak, jika situasi dan kondisi sudah membaik, “perahu” dapat membawa penumpang yang lebih banyak.

Survival of The Fittest
Bisa dipastikan krisis BBM ini akan memakan korban berupa tumbangnya banyak perusahaan kecil. Strateginya adalah bertahan agar jangan sampai perusahaan ditutup yang akan memakan korban yang lebih besar yakni para karyawan dan pemilik usaha kecil itu sendiri. Seringkali perusahaan yang tutup biasanya karena terjadi interaksi antara lingkungan usaha yang bersifat eksternal dan kelemahan yang berasal dari variabel internal perusahaan (kelemahan manajemen). Jarang sekali suatu perusahaan tutup karena faktor tunggal. Artinya kenaikan BBM ini akan memakan korban perusahaan yang lemah manajemennya; perusahaan yang tidak cepat melakukan penyesuaian dan tetap ngotot bertahan dengan gaya dan pola yang lama sebelum kenaikan harga BBM terjadi.
Selain tindakan efisiensi, tindakan yang harus dilakukan perusahaan agar bertahan hidup adalah: menambah pemasukan di luar operasi utama dengan cara menjual barang-barang inventaris seperti kendaraan juga mesin-mesin dan barang-barang lain yang tidak berhubungan langsung dengan operasi inti perusahaan; menjual benda-benda di gudang yang biasanya di zaman normal hanya menumpuk saja dstnya. Pada situasi ini, jauh lebih penting menjaga likuiditas jangka pendek berupa lancarnya cash flow, daripada menjaga piutang jangka panjang. Fresh money jauh lebih diperlukan. Penjualan-penjualan berbasis kredit, sedapat mungkin dijauhkan dulu dari operasi perusahaan.
Selain itu, upaya lain yang bisa dilakukan perusahaan kecil untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya adalah dengan secepatnya melakukan prioritas penarikan piutang dagang, baik yang sudah jatuh tempo maupun yang belum dengan cara memberikan diskon piutang. Perusahaan perlu memberikan tambahan personil untuk menyukseskan program ini. Dengan demikian, perusahaan akan mempunyai bantalan cash flow yang lumayan kuat untuk menahan hantaman krisis lebih jauh.

Penutup
Kenaikan harga BBM telah terjadi, dan peristiwa ini di negara manapun akan berdampak memberatkan kehidupan rakyat. Biasanya rakyat kecillah yang paling menderita akibat kebijakan tersebut. Rakyat kecil yang memang pada ghalibnya sudah keropos daya belinya, akan semakin sangat merosot daya belinya. Bahkan akan ditemui rakyat yang tidak lagi memiliki daya beli untuk melangsungkan kehidupannya.

Di sektor usaha, demikian pula. Pengusaha kecil biasanya akan paling menderita karena kebijakan tersebut. Menurut beberapa survei yang dilakukan beberapa bulan setelah kenaikan harga BBM, ditemukan data bahwa banyak perusahaan kecil yang berhenti beroperasi alias jatuh rudin akibat kenaikan BBM. Penyebab paling umum mereka bangkrut, karena terjadi kenaikan harga bahan baku dan bahan penolong yang mencolok dibarengi dengan daya beli konsumen yang semakin melorot. Akibatnya, mereka mengalami dilema antara menaikkan harga jual yang berakibat produk tidak laku, atau tetap menggunakan harga lama dengan konsekuensi mereka harus beroperasi secara merugi. Kedua pilihan tersebut sama-sama menyebabkan perusahaan kecil jatuh bangkrut.Perusahaan yang bisa bertahan lebih lama biasanya mengambil strategi mengurangi kualitas, mengurangi volume, mengurangi ukuran dll. Dan, biasanya kebangkrutan juga hanya soal waktu.

Perusahaan kecil yang mampu terus bertahan bahkan terus bertumbuh setelah kenaikan BBM, biasanya adalah perusahaan yang adaptif terhadap perubahan dan yang proaktif memasuki pasar yang ditinggalkan para pesaing yang berguguran dan mempunyai manajemen yang solid. Memang jumlah perusahaan yang seperti ini sangat sedikit. Di bidang apapun, mereka yang sukses memang lebih sedikit jumlahnya daripada mereka yang gagal. Apa boleh buat.
***

Mursyidi Prihantono,
Pelaku Bisnis & Mantan General Manager sebuah UMKM.